Sinopsis K-Drama : Hi Bye, Mama Episode 16-2


Sinopsis K-Drama : Hi Bye, Mama Episode 16-2
Images by : TvN

Yu Ri menemui Hyeon Jeong dan Geun Sang di kedai Misaeng. Dia memberitahu keputusannya yang akan tetap pergi. Hyeon Jeong menolak dan melarang Yu Ri pergi. Yu Ri meminta Hyeon Jeong untuk melihat dari posisinya, apa bisa melihat anak mereka menderita selamanya? Sejak awal beliau datang, ia sudah berniat untuk pergi.
Hyeon Jeong masih sulit mendapatkan hal tersebut. Dia menangis dan meminta Yu Ri untuk tidak pergi. Yu Ri memegang tangannya dan meminta Hyeon Jeong untuk membantunya. Dia ingin pergi sambil tersenyum, jadi tolong, lepaskan beliau.
“Apakah… kamu… harus pergi?” tanya Hyeon Jeong, menangis penuh kesedihan.
“Ya.”
Hyeon Jeong menangis semakin tidak terkendali. Yu Ri memeluknya biar Hyeon Jeong bisa lebih tenang. Hyeon Jeong sambil menangis, mengucapkan kata maaf.
Geun Sang hanya memperhatikan dari sudut. Membiarkan kedua sobat itu menikmati waktu mereka.
--
Gang Hwa pergi ke rumah debu. Dia berdiri di depan debu Yu Ri dan wajahnya tampak penuh tekanan dan keputus-asaan. Saat itu, Midong muncul di hadapannya.
“Aku mengerti perasaanmu. Tapi apa kamu yakin tak akan menyesal telah menyia-nyiakan waktumu?” ujar Midong.
“Siapa kamu? Kau tahu sesuatu? Kau mengenal Yu-ri?”
“Aku mengenal dia sama mirip kau mengenal ia. Cha Yu-ri harus pergi.”
“Ada cara biar beliau tetap hidup?”
“Anakmu harus melihat arwah selamanya,” jawab Midong.
“Biar aku saja yang melihat arwah. Tidak. Biar saya saja yang pergi menggantikan Yu-ri,” mohon Gang Hwa dengan sangat. “Biar saya saja yang melaksanakan semuanya.”
“Tidak ada cara lain,” tegas Midong. “Mengirim seseorang dengan cara yang sempurna mampu menjadi tanda penghormatan,” nasehatnya.
Gang Hwa menangis penuh kesedihan mendalam.
--

Min Jeong sudah mengemas barang-barangnya dan siap untuk pergi dari rumah daerah tinggalnya bersama Gang Hwa. Min Jeong bahkan meninggalkan foto Yu Ri dan Gang Hwa di atas meja rias.
--

Hyeon Jeong sudah agak damai dan memperlihatkan sebuah kotak berisi gelang pada Yu Ri. Dia memberitahu kalau itu di berikan oleh Min Jeong dan lalu Min Jeong pergi. Min Jeong bilang bila itu untuk beliau dan Yu Ri. Min Jeong tiba kemari, menangis dan lalu pergi.
“Dia tidak menyampaikan apapun?”
“Dia akan menceraikan Gang Hwa,” beritahu Hyeon Jeong.
“Apa? Kenapa ia mau bercerai? Karena aku? Tidak boleh. Mereka dihentikan bercerai. Aku akan menemui Oh Min-jeong.”
“Itu masalah mereka berdua,” cegah Hyeon Jeong. “Kau dihentikan ikut campur.”
“Ini semua alasannya aku!”
“Ini bukan salahmu. Sejak awal rumah tangga mereka sudah goyah.”
“Tidak, eonni. Mereka tak boleh bercerai. Kau juga tahu, 'kan? Oh Min-jeong sangat menyayangi Gang-hwa dan Seo-woo. Gang-hwa juga tidak bisa hidup tanpa Oh Min-jeong.”
--

Min Jeong mengantarkan Seo Woo untuk terakhir kalinya ke TK. Sebelum masuk ke dalam Taman Kanak-kanak, Min Jeong membelai wajah Seo Woo dengan lembut dan memujinya sangat bagus. Seo Woo tersenyum dan mengeluarkan plester dari saku jaketnya dan lalu memasangkannya di telapak tangan Min Jeong. Kemudian, Seo Woo meniup tangan Min Jeong seolah mengobati luka Min Jeong.
“Apa ibu terlihat sakit?” tanya Min Jeong dengan mata menahan tangis. “Terimakasih.”
Min Jeong memeluk Seo Woo dengan bersahabat. Dia ikhlas menyanyangi Seo Woo dan sudah menganggapnya mirip anak sendiri.
--


Yu Ri pergi ke Taman Kanak-kanak. Dia memikirkan ucapan Hyeon Jeong yang bilang akan mencoba bicara dengan Min Jeong dan meminta Yu Ri untuk menunggu saja. Yu Ri melihat Seo Woo yang sudah datang ke Taman Kanak-kanak dan duduk di kelas, tanpa bermain bersama sahabat lainnya.
Yu Ri pribadi bertanya pada guru, siapa yang mengantar Seo Woo? Guru heran dengan pertanyaan Yu Ri tapi tetap menjawab bila Ibunya Seo Woo baru saja mengantar. Yu Ri hendak pergi mengejar Min Jeong, tapi kemudian terdengar bunyi teriakan guru alasannya adalah Seo Woo muntah.
Semua panik termasuk Yu Ri dan mereka bergegas membawa Seo Woo ke rumah sakit. Yu Ri juga memberi perintah untuk segera menelpon Min Jeong. Yu Ri yang menggendong Seo Woo ke rumah sakit.
--
Seo Woo di bawa ke ruang IGD. Setelah di lakukan pemeriksaan, dokter memberitahu jikalau Seo Woo terkena radang usus akut. Tidak apa dan jangan khawatir. Yu Ri sedikit tenang mendengarnya.

Saat itu, Min Jeong datang dengan panik. Dan ia bertemu Yu Ri. Min Jeong tidak berani menatap Yu Ri dan bertanya mengenai keadaan Seo Woo. Kepsek yang ikut ke sana memberitahu apa yang dokter katakan tadi. Usai mendengar itu, Min Jeong berbalik dan pergi. Tentu saja tingkahnya itu menciptakan kepsek bingung.
Yu Ri mengejar Min Jeong sampai luar rumah sakit. Dia meminta Min Jeong untuk tidak pergi.
“Lantas, kau ingin aku bagaimana? Kau sudah datang. Ibu kandung Seo-woo di sini. Kau ingin aku bagaimana?” tanyanya, menangis.
“Aku akan pergi. Harus. Seo-woo dan Gang-hwa membutuhkanmu. Jangan pergi,” pinta Yu Ri.
Min Jeong terperinci resah dengan ucapan Yu Ri.
--

Ibu Yu Ri pergi ke kuil lagi dan kali ini dia melihat Gang Hwa di depan rumah duka. Jongkok di depan pintu dan menangis. Gang Hwa juga melihat ibu. Mereka akibatnya bicara berdua. Ibu menanyakan alasan Gang Hwa tiba kemari. Gang Hwa menjawab jikalau beliau ingin menyelidiki sesuatu. Ibu bisa melihat jika Gang Hwa mereasa gelisah. Gang Hwa membenarkan kalau beliau takut bila semua akan menghilang. Takut kalau Yu Ri akan pergi lagi.
Tidak di sangka, ibu cukup hening mendengar ucapan Gang Hwa.
“Gang-hwa. Sejak Yu-ri kembali, mimpiku selalu sama setiap hari. Dalam mimpiku, Yu-ri berpamitan dan pergi. Saat aku terbangun dan melihat Yu-ri dalam dekapanku, saya merasa lega. "Dia tidak pergi. Dia masih di sini." Namun, anehnya, aku melihat mimpi itu setiap hari. Aku pun tersadar. Mungkin putriku kembali untuk berpamitan. Apa ia berpamitan di mimpiku setiap hari biar saya siap menghadapi kepergiannya nanti? Aku pun berpikir, jika itu akan terjadi, ketika waktunya datang, saya akan merelakannya dengan senyuman.”
Gang Hwa menyimak perkataan ibu dan tertunduk.
--
Gang Hwa merenung di dalam mobilnya. Dia memikirkan Yu Ri yang merasa bersalah padanya dan berkata bahwa itu bukan salahnya. Gang Hwa mulai menangis lagi. Sepertinya, dia mulai mampu menerima Yu Ri yang akan pergi.
--
Min Jeong dan Yu Ri bicara di dalam rumah sakit. Min Jeong menanyakan maksud perkataan Yu Ri yang bilang akan pergi. Kemana? Yu Ri menjelaskan jika dia bukannya hidup kembali, tapi hanya mampir sebentar selama 49 hari. Itu sebabnya ia meminta Gang Hwa merahasiakan hal ini dari Min Jeon alasannya dia hanya mampir sebentar.
“Tunggu sebentar. Kau hanya mampir? Bukankah berarti kamu akan meninggal lagi? Apa Gang-hwa tahu kamu akan pergi?”
“Entah apa yang sudah Gang-hwa katakan, tapi beliau tak bermaksud. Dia merasa bersalah alasannya adalah saya. Dia menyalahkan dirinya sebab kematianku lima tahun lalu. Dia sangat menyukaimu. Orang lain mungkin tak menyadarinya, Gang-hwa sendiri juga tak sadar, tapi saya tahu.”
“Apa kau membenciku?” tanya Min Jeong, sulit percaya ucapan Yu Ri. “Kenapa tak membenciku? Andai menjadi dirimu, aku akan membenci diriku. Kenapa...”
“Aku melukai Gang-hwa sampai mengubahnya menjadi kaktus berduri. Kau memeluknya tanpa sadar kamu telah terluka,” terperinci Yu Ri. “Terlebih, kau adalah seseorang yang paling disukai Seo-woo. Aku sangat lega. "Syukurlah dia menjadi ibunya Seo-woo." Itu yang kupikirkan setiap hari. Kenapa aku benci?”
“Bisakah kau tetap di sini?” pinta Min Jeong. “Ada cara agar kamu tak pergi?” tanyanya, menangis.
“Tidak ada.”
--

Gang Hwa bergegas ke rumah sakit alasannya mendapat telepon dari guru mengenai Seo Woo yang masuk rumah sakit.
Di rumah sakit, yang menjaga Seo Woo ialah Min Jeong. Gang Hwa dan Min Jeong saling bertemu.
Mereka bicara di depan rumah sakit. Gang Hwa berterimakasih pada Min Jeong. Min Jeong tersenyum dan memberitahu kata yang selalu Gang Hwa katakan padanya selama mereka hidup bersama : “Terimakasih. Maaf. Tidak apa-apa.”
“Kau bilang "terima kasih" dikala aku menyisir rambut Seo-woo. Kau bilang "terima kasih" ketika kuantar dia tidur. Aku melakukannya sebab naluriku sebagai seorang ibu. Tapi, kamu terus berterima kasih. Seolah saya orang abnormal. Aku bahkan berencana mengajukan surat perceraian. Karena kamu terlalu baik. Kau terlalu pengertian,” ujar Min Jeong, mengutarakan semua perasaannya selama ini.
“Aku tidak mau menyesal lagi. "Aku seharusnya lebih baik. Aku seharusnya menuruti permintaannya. Aku seharusnya merangkulnya." Aku tidak mau sampai menyesal lagi. Seperti dikala bersama Yu-ri,” terang Gang Hwa, alhasil jujur.
“Kau kesannya membuka diri. Kenapa baru dibahas sekarang? Setelah semua kekacauan yang kita lalui selama ini,” senyum Min Jeong, sedikit duka. “Cha Yu-ri. Yu-ri. Relakan dia baik-baik. Usahakan yang terbaik. Jangan ada penyesalan. Kita bahas perceraian setelah itu,” nasehat Min Jeong.
--

Yu Ri di dalam kamar sendirian, memikirkan bahwa sebab hidup yakni sebab doa lapang dada dan terus menerus ibunya. Memikirkan hal itu, betapa sayangnya Ibunya padanya, Yu Ri keluar dari kamar dan berbaring di paha ibunya yang sedang melipat baju di ruang tamu. Ibu heran tapi juga senang.
Ibu menghidangkan sup rumput laut untuk Yu Ri. Sejak Yu Ri meninggal, ibu tidak pernah memasak rumput bahari lagi.
Yu Ri mengajak ibu untuk makan bersama dengannya. Yu Ri makan dengan sangat lahap. Dia juga memuji rasanya yang sangat enak.

Setelah itu, mereka lanjut bicara di kamar Yu Ri. Ibu bercerita jikalau ia dulu membeli banyak rumput maritim untuk di masak sesudah Yu Ri melahirkan. Dan sekarang, impiannya tercapai. Yu Ri terus memuji rasa sup rumput laut buatan ibu sangat enak.
“Yu-ri. Apa ibu boleh bertanya?”
“Ya.”
“Apakah kamu selalu di sampingku?” tanya Ibu. Yu Ri melongo. “Apa benar? Benar, bukan?”
“Ibu...,” suara Yu Ri tercekat.
“Rupanya benar. Sepertinya ini benar. Ibu berpikir kau membuang barang-barang Seo-woo, alasannya terus teringat dengannya. Kau membuangnya alasannya adalah ibu, 'kan? Begitu, ya. Rupanya anakku selalu ada di sampingku. Ibu tidak mengetahui itu. Maafkan ibu karena terlalu menderita. Kau niscaya duka melihatnya,” sadar Ibu dan mulai menangis sambil memeluk Yu Ri dengan erat.
“Tidak apa-apa, bu. Ibu niscaya sangat merindukanku, 'kan?” tangis Yu Ri, terisak-isak.
“Ya. Ibu ingin melihatmu sekali lagi. Ada sesuatu yang ingin ibu sampaikan kepadamu. Maafkan ibu, Anakku.”
“Maaf untuk apa? Kenapa meminta maaf?”
“Dahulu hanya teriris pisau sedikit saja kamu sudah menangis kesakitan. Pasti sangat menyakitkan berbaring di jalan yang masbodoh itu sendirian. Pasti sangat menyeramkan. Karena terus terpikirkan itu, ibu sangat menderita. Maaf alasannya tidak bisa menemanimu. Maaf sebab meninggalkanmu sendirian.”
“Aku tidak takut sama sekali. Aku tetap kuat sampai tamat. Aku tak sendirian. Aku bersama Seo-woo, Bu. Itu sebabnya saya bisa tetap berpengaruh. Aku tidak takut.”
Ibu dan anak itu terus menangis melepas rasa bersalah, kerinduan dan sakit yang sudah mereka rasakan selama ini.
--
Anak dari arwah Ny. Sung tiba dan menangis di depan ibunya sebab persoalan yang di alaminya. Arwah Ny. Jun dan arwah Hye Jin sedih melihat itu. Mereka sadar, mau setua apapun seorang anak, dikala ada masalah, mereka akan tetap mencari Ibunya. Mereka akan semakin merindukan ibu mereka.
Arwah Ny. Sung sedih melihat anaknya yang menangis di depan abunya. Walaupun anaknya sudah sangat bau tanah, tapi di mata Ny. Sung, anaknya tetaplah anak-anak.


Subscribe to receive free email updates: