Sinopsis K-Drama : Hi Bye, Mama Episode 08-2
Images by : TvN
Yu Ri ke sana untuk membahas mengenai arwah nenek Jung dan supir Kim. Arwah Ny. Sung bilang jikalau di dunia ini tidak ada yang namanya perpisahan indah. Walau waktu sudah berlalu, tetap menyakitkan tapi dalam hati yang terdalam niscaya tetap menyakitkan.
“Tetap saja, sudah usang sekali semenjak kematian Nenek...” ujar Yu Ri.
“Makin umur anaknya mendekati umur Nenek, niscaya lebih menyakitkan. Makin waktu berlalu, makin paham dunia, perpisahan akan lebih menyakitkan,” potong Ny. Sung. “Jika dipikir-pikir, berapa banyak orang yang mengucapkan perpisahan, dan meninggalkan surat wasiat sebelum mereka mati? Aku akan sangat berterima kasih jika mampu mati mirip itu. Pasti nenek moyang mereka itu orang yang baik. Omong-omong, kasihan Pak Kim. Sebelum hari ijab kabul, anaknya pasti murung sekali. Bisa saja anaknya tidak mau mendengar orang lain mengasihani ayahnya. Pasti menyakitkan mendengar kata-kata yang tak baik soal ayahnya.” --
Yu Ri sudah mau pergi dari rumah sedih, tapi supir Kim memanggilnya. Dia meminta tunjangan Yu Ri. --
Hye Su bersama pasangannya tiba ke rumah murung. Hye Su ke sana untuk meletakkan bunga. Akan tetapi, beliau malah mendapati ada sebuah kartu di tempel di kaca lemari abu ayahnya. Melihat surat itu, Hye Su terkejut dan bertanya-tanya, siapa yang melakukannya? Dan tidak ada seorangpun di sana.
Mata Hye Su berkaca-kaca, menangis. Apa yang tertulis di surat itu, mirip mirip cara ayahnya bicara padanya. Untuk perhiasan yang paling bersinar di hidupku. Tidak apa-apa. Tenang. Bukan masalah besar.
Hye Su teringat sejak kecil, setiap kali beliau menangis karna terjatuh, gagal dan mendapat problem, ayahnya selalu memeluknya dan berkata : “Tidak apa-apa. Tenang. Bukan persoalan besar.” Hidupku yang menyakitkan telah melukai hati anakku tanpa kusadari. Maafkan ayah sebab tidak punya apa-apa. Namun, anakku, ayah bisa dengan percaya diri menyampaikan ini. Walau ayah tidak punya apa-apa, ayah sudah berusaha hidup semaksimal mungkin. Bisakah kau mengingatku bukan sebagai ayah yang menyedihkan, tapi sebagai ayah yang penuh semangat. Jangan berpikir kamu tak memiliki kegunaan untuk ayah. Implan gigi yang kau berikan, ayah selalu menjaganya. Hye Su menangis terisak-isak membaca surat itu. Tangisan-nya tidak bisa berhenti. Dan supir Kim ada di sebelahnya, mengelusnya dan ikut menangis bersamanya. Yu Ri memperhatikan mereka dari jauh. Tersenyum. --
Tidak hanya para insan yang tiba, para arwah di rumah murung juga datang. Mereka tiba untuk ikut menghadiri ijab kabul putri dari arwah supir Kim
Hye Su tampak sangat manis dalam balutan busana pengantinnya. Dia berjalan di altar sendirian. Para tamu merasa kasihan sebab Hye Su harus berjalan sendirian di altar tanpa ayahnya. Akan tetapi, Yu Ri tidak merasa demikian. Dia bisa melihat arwah supir Kim berjalan di sisi Hye Su dengan bangga. Para arwah juga berteriak memuji supir Kim yang sangat manis. Beberapa tamu bergumam memuji supir Kim yang walaupun supir mampu membesarkan anaknya dengan baik. Mereka merasa bangga pada mendiang supir Kim. Mereka juga memuji Hye Su sebagai anak yang sangat pengertian dan baik hati. “Ternyata ada alasan kenapa insan harus hidup dengan jujur. Walaupun ini hidupku, ini juga hidup orang tuaku,” ujar arwah Ny. Sung. Arwah Kim Pan Seok tersenyum gembira sehabis mengantarkan anaknya ke altar akad nikah. --
Ibu hendak membuka ponsel ayah, tapi ia tidak tahu polanya. Dia ingin melihat hasil pemeriksaan medis Popo yang ada di ponsel ayah, karna dokter hewan yang baru memintanya. Yeon Ji yang baru pulang, membantu membukakannya. Dia tahu polanya alasannya adalah ayah yang memintanya untuk menukar contoh kunci. Dan betapa terkejutnya ibu saat melihat di ponsel ada banyak foto ayah bersama Seo Woo. --
Midong masih menyesal dengan ucapannya pada ibu Yu Ri. Dia terus saja bolak balik di ruangannya. Jika Yu Ri tahu, Yu Ri pasti akan sangat murka. Karena takut, Midong menelpon Yu Ri dan mengajak bertemu. Tapi, Yu Ri tidak mau karena ia mau pergi makan. Kalau mau, Midong saja yang menemuinya. Yu Ri bahkan mengirimkan alamat tempatnya makan. Di kedai Misaeng.
Midong kesal dan tidak mau pergi, tapi perutnya juga lagi lapar. --
Akhirnya, Midong pergi ke kedai Misaeng untuk bertemu Yu Ri. Tidak lupa, dia menawarkan kartu namanya pada Hyeon Jeong. Hyeon Jeong jelas heran melihat Yu Ri yang berteman dengan seorang dukun padahal Yu Ri dulunya yakni orang yang tidak percaya takhayul. Apalagi, mereka tampak sangat bersahabat. “Tapi, sejak kapan kamu mengenal dukun ini? Bukankah kau benci takhayul?” tanya Hyeon Jeong.
“Jadi, sehabis hidup kembali, aku mulai tertarik dengan perdukunan. Aku mengenalnya ketika mencari saran perihal kenapa aku bisa hidup kembali, kami erat alasannya itu. Benar?” alasan Yu Ri. “Ya. Bukan takhayul, tapi ilmu kemanusiaan,” ralat Midong. “Kenapa dia hidup kembali? Bagaimana?” tanya Hyeon Jeong.
“Itu... Kaprikornus, sebetulnya... Ada beberapa kasus mirip ini. Aku juga sedang menyelidikinya. Kenapa orang yang sudah tiada bisa hidup kembali.”
“Hyeon-jeong, aku mau makan tumis daging babi dengan taoge,” alihkan Yu Ri. “Baiklah. Tapi, taoge sedang habis. Tunggu sebentar. Kalian makan saja. Aku mau ke toserba,” ujar Hyeon Jeong dan pergi keluar untuk membeli taoge.
Setelah Hyeon Jeong pergi, Midong gres bilang duduk perkara mengenai gumamannya yang tanpa sengaja terdengar ibu Yu Ri. Yu Ri jelas marah mendengarnya. Midong hanya mampu meminta maaf.
--
Ibu membangunkan ayah dengan marah dan menawarkan foto itu. Dia kan sudah bilang jalan mendekati Seo Woo, kenapa tidak di dengar! “Menghindari Seo-woo yakni yang terbaik untuknya! Dia pikir ibunya sekarang ialah ibunya. Bagaimana kalau dia tahu?” murka ibu.
“Aku juga tahu. Tapi saya tidak mampu melakukannya. Hanya melihat mainan saja mengingatkanku dengannya. Aku tidak bisa melakukannya! Aku sangat merindukannya!” “Hanya kau yang merindukannya? Aku juga merindukannya. Kau pikir ini gampang untukku? Aku juga rindu anakku. Aku sangat merindukan cucuku. Sangat merindukannya hingga hatiku hancur!” ujar Ibu tidak mampu menahan kesedihannya. Ibu menangis penuh kesedihan. Ayah juga ikut menangis bersamanya. Yeon Ji yang ada di kamar juga mampu mendengarnya.
--
“Walau ibuku terlihat baik-baik saja, sebenarnya tak sama sekali. Dia sedang menahan semuanya,” murka Yu Ri. “Aku juga tahu.”
“Tapi kenapa kamu melaksanakan itu?”
“Maafkan saya! Tapi... Jika kamu tahu ibumu sedang menderita, kamu dihentikan seperti ini.”
“Apa maksudmu?” tanya Yu Ri, ketus.
Dan dikala itu, Hyeon Jeong sudah pulang. Dia mendengar obrolan mereka, jadi menguping. “Kau harus segera mencari tempatmu agar bisa hidup kembali. Ibumu tidak perlu menderita seperti itu.”
“Cukup! Berhenti membahas itu! Aku tidak akan mencarinya. Jika Seo-woo sudah membaik, saya akan reinkarnasi.” “Tapi, saya tidak mendapat jawaban dari doa-doaku. Jika dipikirkan kembali, alasan Dewa menghidupkanmu itu tidak penting. Dalam 49 hari, kalau kau mampu menemukan tempatmu, kamu tidak perlu reinkarnasi. Tidak peduli apa kata Dewa, jika ada kesempatan, kau harus mengambilnya.” “Cukup!” teriak Yu Ri. “Tidak mau.”
Saat itulah Hyeon Jeong masuk dan menuntu maksud dari dialog mereka. Dia sudah mendengar semuanya. --
Gang Hwa ada di rumah. Dia menerima telepon dari Hyeon Jeong. Tapi belum Hyeon Jeong sempat mengatakan apapun, Yu Ri sudah merebut ponselnya dan mematikannya. Dia memohon pada Hyeon Jeong untuk tidak seperti ini. Hyeon Jeong marah sebab ternyata ini yang Yu Ri sembunyikan, mengenai ia yang akan meninggal dalam 49 hari lagi. Hyeon Jeong tidak mengerti kenapa Yu Ri harus pergi? Yu Ri mampu hidup dengan mencari tempatnya lagi. Makara, kenapa harus pergi? “Tempatku sudah tidak ada lagi.”
“Kenapa tidak ada? Kau hanya perlu mencarinya. Kini Min-jeong begitu penting? Kau harus hidup kembali. Apa kau tidak ingin mendengar Seo-woo memanggilmu "Ibu"? Kau yakni ibunya Seo-woo.”
“Aku yakni ibu Seo-woo tidaklah penting, Hyeon-jeong.” “Lalu apa yang penting?”
“Hyeon-jeong.”
“Seo-woo sakit karena aku. Karena saya,” tangis Yu Ri. “Aku hanya ingin Seo-woo sehat.”
“Lantas kau? Bagaimana denganmu? Bukankah tak adil? Kau mati di usia muda tanpa sekali pun melihat anakmu! Bahkan aku merasa tidak adil!” marah Hyeon Jeong, murung. “Tidak boleh. Aku takkan membiarkanmu pergi lagi.” “Cho Gang-hwa mencintainya!” teriak Yu Ri, ketika Hyeon Jeong tetap mau pergi mencari Gang Hwa. “Oh Min-jeong... Gang-hwa mengasihi Oh Min-jeong. Benar? Kau niscaya tahu. Tidak ada yang lebih penting dari itu. Hyeon-jeong. Aku hanya ingin Gang-hwa tidak menangis. Tidak menangis...” Yu Ri menangis terisak-isak. Usai pemakaman Yu Ri, Gang Hwa berusaha keras tidak menangis. Dia bahkan menolak pulang bersama Geun Sang dan Hyeon Jeong. Dia lebih menentukan menyetir mobil sendirian pulang. Di dalam mobil, beliau melepas tanda murung dan memutar musik yang berisi lirik : “Aku senang.”
Dia berusaha sangat keras tidak menangis. Akana tetapi, saat di lampu merah, dia menangis.
Arwah Yu Ri ada di sebelahnya dan menangis terisak-isak melihat Gang Hwa yang menangis. End
Yu Ri menangis begitu keras hingga jatuh ke lantai. Dia tidak bisa menghentikan tangisnya. Membuat Hyeon Jeong menjadi tidak tega. Dia memeluk Yu Ri dan berusaha menenangkannya. Di ketika yang sama, ibu sedang mengendarai sepedanya. Tampaknya, beliau ingin menenangkan perasaannya. Dan dia melewati Hyeon Jeong yang sedang memeluk Yu Ri di tengah jalan. Ibu begitu terkejut sampai jatuh dari sepedanya. Yu Ri dan Hyeon Jeong masih tidak sadar akan hal tersebut.
Ibu yang jatuh dari sepeda, bangkit dan berjalan mendekat pada Hyeon Jeong yang memeluk Yu Ri. Dia menyelidiki orang yang sedang Hyeon Jeong peluk. Hyeon Jeong begitu terkejut sampai tidak mampu bergerak. Yu Ri tidak tahu dan berbalik. Membuat ibu bisa melihat wajahnya begitu terang. ==
Ayah di pemakaman Yu Ri dan hanya terus membisu menatap foto Yu Ri. Saat Geun Sang menyuruhnya istirahat, ayah menolak.
Saat tidak ada orang, ayah Yu Ri menangis sampai menjerit-jerit. Dia terus berteriak agar anaknya di kembalikan. Hyeon Jeong dan Geun Sang masih ada di sana. Mereka menangis dengan suara tertahan melihat tangisan ayah Yu Ri. Di dunia ini, tidak ada manual mengatasi perpisahan.